Sabtu, 28 Juni 2014

Risma Tutup Cerita Gemerlap Lokalisasi Prostitusi Dolly

KOMPAS.com/Achmad FaizalPerwakilan ormas Islam Jatim menemui Risma di ruang kerjanya.
Rabu (18/6/2014) lalu menjadi hari yang bersejarah bagi warga Surabaya dan dunia prostitusi. Sebab, lokalisasi yang konon terbesar di Asia Tenggara, yakni lokalisasi Dolly, ditutup oleh pemerintah Kota Surabaya.

Mulai hari ini, Kota Pahlawan ini ingin mengubah sebutan kota seribu Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan kota budaya. Wali Kota Tri Rismaharini menginginkan, saat orang berbicara soal Surabaya, bukan lokalisasinya yang disebut-sebut, tapi budayanya. Surabaya yang memelihara budaya positif warganya.

Penutupan Dolly, adalah cerita akhir upaya Risma membersihkan Surabaya dari lokalisasi. Sebelumnya, tiga titik lokalisasi sudah ditutup sejak akhir 2013, oleh wali kota yang dijuluki Singa Betina ini, yaitu lokalisasi Dupak Bangunsari, Moroseneng, dan Sememi.

"Penutupan Dolly dan Jarak memang diakhirkan karena karakter masalah sosialnya lebih kompleks dari tiga lokalisasi yang ditutup sebelumnya," kata Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Supomo, Selasa (18/6/2014) malam.

Di Dolly dan Jarak ada puluhan wisma, ratusan mucikari, dan ribuan PSK. Mereka sudah hidup rukun berdampingan dengan warga setempat di lima RW, di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan selama puluhan tahun. Warga setempat pun memperoleh efek ekonomi dari adanya aktivitas prostitusi itu.

Wajar jika kemudian, warga pekerja lokalisasi menolak keras kebijakan penutupan yang berdasarkan Perda No 9 Tahun 1999 tentang larangan penggunaan bangunan untuk kegiatan prostitusi itu. Hampir sebagian besar pekerja Dolly dari pemilik wisma, mucikari, PSK, dan pedagang kecil, menolak keras penutupan. Mereka bahkan bersedia perang dengan pemerintah jika tetap akan ada penutupan.

Pekerja Dolly yang membentuk elemen Fron Pekerja Lokalisasi (FPL) juga menyatakan menolak segala bentuk kompensasi penutupan berupa modal usaha dan pelatihan keterampilan ekonomi yang diberikan pemerintah. Padahal, pemerintah melalui Kemensos sudah menganggarkan Rp 8 miliaran untuk penanganan PSK, Rp 1,5 miliar dari pemprov Jatim untuk mucikari, dan Rp 16 miliar dari Pemkot Surabaya untuk menebus wisma lokalisasi.

Pemkot Surabaya tetap ngotot melakukan penutupan. Masa depan generasi bangsa, adalah alasan yang selalu disebut-sebut walikota perempuan pertama Surabaya itu dalam mengutarakan alasan utama penutupan. Seremoni deklarasi penutupan Dolly sudah disiapkan dengan rapi pada Rabu (18/6/2014) malam, dengan mengundang Menteri Sosial, Salim Segaf Aldjufri sebagai deklarator. (regional.kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar