Kamis, 29 Desember 2016

Kisah Wanita-wanita Simpanan, Suami se usia bapaknya tak masalah penting ada “fulus”

Semata-mata mencari keuntungan materi, perempuan-perempuan ini mau menjadi istri simpanan warga negeri jiran. Biarpun yang menjadi suaminya itu seusia bapaknya sendiri, tak masalah. Tak ada kata cinta yang tulus, semua yang penting fulus. Uniknya, mereka punya komunitas istri-istri simpanan.

Sudah tren tersendiri di tiap akhir pekan, jumlah kunjungan Warga Negara Asing (WNA), terutama asal Singapura maupun Malaysia ke Batam lebih banyak dibandingkan hari biasa. Pada hari libur itu, biasanya turis negeri jiran ingin berwisata di Batam maupun Kepulauan Riau umumnya. Tapi, tak semua pelancong benar-benar ingin menjelajah pesona Batam, sebagian pria lanjut usia sengaja datang sendirian untuk ‘memadu kasih’ dengan perempuan penghibur di kota industri ini.

Ujung-ujungnya, mereka ada yang memutuskan hidup seatap. Tapi, ribetnya mengurus administrasi di negeri ini, memaksa mereka memilih menikah “bawah tangan” alias siri, ada yang hidup tanpa ikatan perkawinan sah, juga jadi istri simpanan. Tak setiap hari bersama membuat sebagian istri simpanan lebih menghabiskan waktu untuk kongkow, bersenang-senang, rutin ke pusat kebugaran, serta menghabiskan malam di dunia gemerlap.

Di sebuah tempat kebugaran di Batam, wanita 30 tahun berinisial J, bercerita tentang perjalanan hidupnya menjadi istri simpanan seorang pria paruh baya dari Singapura. “Tapi aku nikah, loh! Di bawah ta­ngan,” kata ibu satu anak bertinggi badan 165 sentimeter dan berat 55 kilogram itu. “Hidup ini terlalu indah untuk dibawa sedih,” ujarnya.


Setelah menyepakati identitasnya dirahasiakan, J lalu bersedia cerita kehidupan pribadinya. “Kita bicara di bawah aja,” sergahnya mengajak bergeser ke tempat makan dekat lokasi gym.

Sambil minum orange jus, J menyebut perkenalan dengan apek Singapur yang “memelihara”nya berkat jasa seorang teman. “Dikenalin teman,” akunya. Soal perasaan, dia bicara datar. “Ya, sama tau lah!

Mana ada orang seumuran aku jatuh cinta sama pria yang seangkatan ayahku,” tegasnya.

Seiring berjalannya waktu, dia enjoy menjalaninya. Dalam sebulan, kata J, hanya dua kali si apek datang ke Batam. “Sekali datang, dua atau tiga hari,” imbuhnya seraya mengakui hubungannya berlandas­kan materi. “Ya, aku udah punya rumah. Mobil juga sudah ada, masih kredit,” beber perempuan berkulit sawo matang yang sedang merintis usaha itu. “Dimodalin, aku jalanin. Di bidang kecantikan gitu-lah!” ucapnya.

Agar tak kesepian, J punya jurus. “Kan ada teman-teman. Ya, buat-buat arisan lah!” ungkap dia. J mungkin contoh istri simpanan yang beruntung dan jago ngitung, tapi tak sedikit wanita seperti dia hanya jadi gundik tanpa status, diinapkan di rumah kontrakan, “dipakai” dua kali sebulan di akhir pekan, dibekali uang jajan, lalu ditinggal tanpa modal.

Simpanan Pejabat
Tak peduli profesi pria asing yang “mencukupi” kebutuhannya, dan dari pengakuan seorang ibu muda yang diwawancarai wartawan media online ini di sebuah restoran cepat saji di Batam centre, dia justru istri simpanan seorang petinggi Polisi Diraja Malaysia. Berdandan ala artis Syahrini, berkaca mata hitam kecoklatan, baju terusan bermotif dan selendang melingkari leher, wanita berinisial S itu turun dari mobil Swift bernomor polisi identik dengan namanya lalu berkisah tepat di jam makan siang, Kamis (21/8).

“Asal foto wajah saya jangan ditampilkan. Saya takut disantet lah!” urai perempuan bertahi lalat itu dengan dialek Melayu Malaysia. Keinginan kisahnya dipublikasikan, dalihnya, bukan untuk popularitas.

“Hanya semacam untuk mengasih pelajaran saja. Dia hancurkan hidup saya, saya hancurkan hidup dia,” gerutunya.

“Saking berserabutnya pikiran saya saat ini, saya sudah tidak takut lagi lah!” sambungnya sembari menunjukkan bukti transfer pendaftaran perkara gugatan perceraian.

“Saat ini sedang dalam proses gugat cerai,” sebut wanita 32 tahun itu. Sempat mengeluarkan sebungkus rokok dari tas, S melanjutkan obrolan. “Saya ini penyanyi, loh!” tukasnya dengan suara sedikit serak. S berstatus istri kedua dari pria Malaysia berinisial ZA (57).

“Dia itu berpangkat CPM, jabatannya sekarang Brigade Sabah di Kinabalu. Dulu saat menikahi saya masih enak, jabatannya Ketua Polis Marine wilayah dua Johor,” papar S.

Menikah resmi di Siantar Selatan, Sumatera Utara tahun 2010 lalu, biduk bahtera rumahtangga S dan ZA awalnya harmonis. “Saya tak punya masalah dengan istri pertamanya,” kata S. Apalagi, secara materi S merasa tercukupi. Uang 2000 Ringgit Malaysia atau setara Rp6 juta mudah didapatnya. “Setiap saya minta,” akunya.

Rumah dan mobil juga sudah dimiliki S sejak jadi istri kedua si petinggi polis Malaysia itu. “Saya juga dijanjikan usaha tempat cuci mobil,” ulas dia.

Di waktu jayanya, cerita S, suaminya itu sering bertugas dan mampir ke Batam. Bahkan, sejumlah petinggi aparat di Batam dikenal S melalui suaminya itu. Bahkan, pernikahannya telah dikaruniai seorang anak berumur 1,6 tahun.

Persoalan menerpa, awal tahun ini. “Dia selingkuh,” bebernya, yang merasa kerap diteror. “Saya dikatai perempuan keberet. Kalo bahasa sana, keberet itu sebutan untuk perempuan tak jelas,” ujar S.

Namun, ZA tak mengakuinya. “Tak apalah, sekarang saya sudah bulat untuk berpisah.” Pun sudah ingin bercerai, S masih berharap mendapat haknya sebagai istri yang sah, meski tak dinafkahi.

Terakhir, pemberian sekitar Rp1,5 juta dari ZA ditolaknya mentah-mentah. “Sekian lama tak menafkahi, uang segitu cukup apa lah,” keluhnya.

S mengaku tak mengenal Batam sebelum dinikahi ZA. S “diinapkan” di Batam lantaran dekat dengan Malaysia.

“Sebenarnya saya sudah kenal dia (ZA) tahun 2008 lalu. Saat itu saya masih menjadi penyanyi di Thailand,” ungkitnya. “Bisa dikata, Thailand itu surganya dunia. Banyak pejabat dari negara lain berfoya-foya ke sana,” sebut S.

Padahal, S juga sebelumnya ba­nyak kenal pejabat. “Entah kenapa, setelah mengenal dia (ZA) ini, saya lupa semuanya,” singgungnya, yang mengaku sempat hidup bersama sebelum menikah. S juga membe­ber, dokumen pernikahannya diperoleh lewat uang pelicin. S saat itu berstatus janda anak satu.

Meski yakin berpisah, S tak rela ZA jatuh ke pelukan perempu­an lain. “Kasihan istri pertamanya,” imbuh dia. S menduga, ZA kena pengaruh guna-guna wanita berinisial Fa. “Apa bagusnya dia (Fa), istri pertama suami saya ini walau sudah tua, tapi jauh lebih cantik,” ulasnya.

S geram dengan Fa yang doyan menerornya dengan kata-kata kotor. “Saya memang perempuan malam, tapi saya jual suara. Kalau dia (Fa), jual apa?” kesalnya.(dea/http://www.siagaindonesia.com/83388/kisah-wanita-wanita-simpanan-suami-se-usia-bapaknya-tak-masalah-penting-ada-fulus.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar