Minggu, 06 Desember 2015

Tragedi Pembunuhan Pelacur Primadona Batavia

Warga Batavia heboh saat sesosok mayat cantik ditemukan di Kalibaru.
Tragedi Pembunuhan Pelacur Primadona Batavia
Fientje de Feniks, pelacur kelas tinggi di Batavia yang dicekik tamunya pada 17 Mei 1912. (boekwinkeltjes.nl)
Kisah pembunuhan pelacur pernah terjadi di Batavia ditulis  dalam Ensiklopedi Jakarta yang diterbitkan Pemprov DKI Jakarta tahun 2005. Diceritakan, pada 17 Mei 1912, Batavia heboh. Sesosok mayat wanita muda ditemukan mengambang di sungai  di Kalibaru. Mayat gadis blasteran atau indo itu dibungkus karung, tersangkut pintu air.
Perempuan yang tewas itu bernama Fientje de Feniks, seorang pelacur kelas tinggi bertarif mahal. Fientje menjadi primadona pelacur di Batavia. Paras mukanya blasteran,  campuran Indonesia dan Eropa. Kulitnya putih tapi tidak pucat. Matanya bulat besar dan  hidung mancung Rambutnya panjang, hitam dan berombak. Usianya baru 19 tahun. Fientje bekerja di rumah pelacuran milik Umar.

Komandan Polisi Batavia, Komisaris Reumpol menangani kasus ini. Reumpol bertanya pada beberapa saksi antara lain teman-teman Fientje. Ia  menemukan titik terang ketika seorang pelacur, teman Fientje, bersaksi. Pelacur itu bernama Raonah, dia melihat langsung seorang pria bernama Gemser Brinkman mencekik Fientje dari sela-sela bilik bambu.

Brinkman  anggota Sociteit Concordia yang berisi pembesar-pembesar Belanda. Raonah sempat dituding berbohong dan memberikan keterangan palsu oleh pengacara Brinkman. Pengadilan bahkan sempat mengirim tim untuk mengecek tempat kejadian perkara pembunuhan di lokalisasi milik Umar.

Raonah yakin pada pendapatnya. Dia berkata pada ketua majelis hakim.

"Tuan, saya seorang perempuan, jadi saya penakut. Tapi saya katakan sekali lagi, laki-laki itu yang melakukan pembunuhan," ujar Raonah.

Pengadilan memutuskan Brinkman dihukum mati. Brinkman yakin eksekusi tidak akan jadi dilakukan. Menurutnya  tidak mungkin seorang kulit putih terhormat seperti dia dihukum mati hanya karena membunuh pelacur indo. Dia juga percaya pengaruh teman-temannya di Societeit akan membantu memperingan hukumannya. Tapi ternyata anggapannya keliru.

“Pengadilan tetap berniat mengeksekusinya. Dia pun stres, dan berteriak-teriak terus dalam selnya. Akhirnya Brinkman bunuh diri dalam sel,” ujar Alwi Shahab, sejarahwan Betawi.

Ada beberapa versi tentang pembunuhan ini.  Brinkman sebenarnya tidak membunuh Fientje saat itu juga. Tetapi dia menyuruh pembunuh bernama Silun bersama dua anak buahnya. Silun yang mencekik Fientje hingga tewas. Ternyata Brinkman belum membayarnya lunas. Dia baru dibayar persekot atau uang mukanya saja.

Sebagian pihak meyakini Brinkman membunuh Fientje karena cemburu. Dia sebenarnya sudah ingin menjadikan Fientje sebagai gundik, namun ternyata Fientje masih juga melayani laki-laki lain. Karenanya Brinkman terbakar emosi.
sumber: VIVA.co.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar