1. 2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintgrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks
2. 3. Tekanan
ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan ekonomis untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan
status sosial yang lebih baik.
3. 4. Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan , ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah.
4. 5. Kompensasi terhadap perasaan inferior. Jadi ada adjusment yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesens.
A. E. Akibat-Akibat Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah :
a. Menimbulkan
dan menyebar luaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling
banyak terdapat ialah syplis dan gonorrhoe (kencing nanah).
b. Merusak
sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami yang tergoda oleh pelacur
biasanya melupakan fungsinya sebagai pala keluarga, sehingga keluarga
menjadi berantakan.
c. Mendemoralisir
atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan, khususnya
anak-anak mudaremaja pada masa puber dan adolesensi.
d. Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morpin, heroin dan lain-lain)
e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.
f. Bisa
menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya impotensi,
anorgasme, nymfomania, satirialis, ejakulasi prematur yaitu pembuangan
seperma sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang
sanggama, dan lain-lain.
B. f. Usaha-Usaha Menanggulangi Pelacuran di Lokasi Desa Sukaramai
Prostitusi
sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang,
dan selalu ada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi dengan
penuh kesungguhan. Usaha ini sangat sukar, melalui proses dan waktu yang
panjang dan memerlukan pembiayaan yang besar. Adapun untuk mengatasi
masalah tuna susila dapat kita lihat dibawah ini :
a. Penanggulangan secara preventif
Usaha
yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk
mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa :
1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran.
2. Menciptakan
bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak puber
dan adolesens untuk menyalurkan kelebihan energinya.
3. Memperluas
lapangan kerja bagi kaum wanita, di sesuaikan dengan kodrat dan
bakatnya, serta mendapatkan upah/gaji yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup setiap harinya.
4. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga.
5. Pembentukan badan atau team koordinasi dari semua usaha penaggulangan pelacuran, yang dilakukan oleh beberapa instansi.
b. Penaggulangan secara represif dan kuratif ini antara lain berupa :
1. Melalui
lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan
pengawasan/kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para
prostitue serta lingkungannya.
2. Untuk
mengurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan
resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat
yang susila.
3. Penyempurnaan
tempat-tempat penampungan bagi para wanita tuna susila yang terkena
razia, disertai pembinaan merka sesuai dengan bakat dan minat
masing-masing.
4. Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap, untuk menjamin kesehatan para prostitue dan lingkungannya.
5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan mau memulai hidup baru.
c. Penaggulangan Secara Rehabilitatif
Dalam
bentuk penanggulangan secara rehabilitatif yaitu adanya usaha
pemerintah berperan langsung dengan mendirikan panti-panti yang berperan
langsung untuk mehabilitasi mereka agar suatu saat nanti mereka
memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan mereka.
Berdasarkan penelitian penulis bahwa panti rehabilisasi tersebut diberi
nama panti parawarsa yang berlokasi diberastagi yang mana disamping
menampung para WTS .
Panti
parawarsa memiliki kapasitas WTS yang cukup banyak WTS yang dapat
dilatih dan dibina. Adapun para WTS yang dibina di panti parawarsa
adalah mereka yang berhasil ditangkap pada saat rajia yang dilakukan
oleh pihak yang berwenang. Razia dan pembersian tersebut dilakukan dalam
rangka untuk menekan laju pertumbuhan pelacuran dan juga menjaga
keamanan dan ketertiban umum.
Adapun
dana yang diterima oleh Panti Parawarsa guna pelatihan kerja bagi para
WTS adalah diperoleh dari pemerintah, dalam hal ini Dati I menugaskan
Departemen sosial untuk menaggulanginya. Berdasarkan penelitian, penulis
melihat bahwa dana yang sampai ke panti parawarsa tidak mencukupi
sehingga terkadang para WTS tersebut hanya menjalani latihan selama tiga
bulan saja, setelah itu mereka dilepas kembali kemasyarakat dan berbaur
kembali. Selama proses tiga bulan mereka diharuskan belajar membaca,
menulis, masak-memasak, menjahit tapi semua itu hanya bersifat sementara
karena waktu dan kesempatan yang diberikan sangat sedikit, sehingga
kesannya terburu-buru dan tidak mengherankan kalau mereka kembali lagi
menekuni dunia mereka yang dulu.
Dengan
demikian maka hipotesa diatas dapat diterima kebenarannya. Dengan kata
lain bahwa ada faktor yang mendorong wanita menjadi pelacur serta usaha
untuk menanggulanginya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah
membahas tentang masalah pelacuran, khususnya dilokasi Sukaramai, maka
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
· Pelacuran
merupakan gejala sosila tertua sepanjang sejarah kehidupan manusia dan
sangat sulit untuk dihapuskan dari permukaan bumi.
· Timbulnya
gejala prostitusi disebabkan beberapa faktor. Terdapat satu kolerasi
antara satu faktor dengan faktor yang lain, misalnya kolerasi tempat
asal dengan melacur.
· Banyak
akibat negatif prostitusi dalam sektor kehidupan bermsyarakat.
Diantaranya penyakit yang ditularkan dari wanita-wanita pelacur kepada
pria seperti Gonorrhea.
· Ada kekosongan hukum dalam usaha membasmi pelacuran
· Kenyataan
membuktikan bahwa telah diusahakan upaya penaggulangan pelacuran mulai
dari tindakan secara bimbingan kepada pelacur supaya dapat kembali ke
masyarakat dengan baik, sampai tindakan rehabilitasi.
B. Saran
Dalam kegiatan ini, agar mencapai sesuai yang diharapkan , penulis ingin mengajukan beberapa saran yaitu :
Ø Seperti kata pepatah yang sering kita dengar “lebih baik mencegah dari pada mengobati” adalh suatu yang bijaksana.
Ø Meningkatkan
derajat sosial kaum wanita. Banyak orang yang beranggapan bahwa wanita
lah penyebab terjadinya pelacuran. Padahal tidak demikian sebenarnay,
sebab jika tidak ada pria (pelanggan) maka pelacur pun tidak ada.
Ø Kepada
pihak yang berwenang agar memberikan dana secukupnya kepada panti
rehabilitasi dalam hal ini panti parawarsa, agar peran dan fungsinya
benar-benar dapat diterapkan dalam pembinaan kemasyarakatan, dan tidak
saja bersifat formalitas, sehingga para WTS yang sudah dibina dalam
panti parawarsa benar-benar mau kembali dan meninggalkan kebiasaan lama
mereka dan melalui hidup dengan hal-hal yang lebih bersifat positif dan
produktif.
Demikianlah
kesimpulan dan saran yang dapat penulis kemukakan, semoga dapat menjadi
perbandingan ilmiah untuk mengambil manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. (http://dewieastutipls.blogspot.com)
DAFTAR PUSTAKA
Ø Kartono Kartini. 1981. Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar