5-2-69: Pertanda Awal Kehancuran 'Kota Maksiat' Pompeii
Pompeii (Wikipedia)
Hari itu, 5 Februari tahun 62
Masehi. Menjelang siang di Pompeii, kota makmur dan megah di kaki Gunung
Vesuvius, Italia. Tanpa peringatan, Bumi tiba-tiba berguncang hebat.
Rumah-rumah
rubuh, patung-patung besar dari perunggu retak, bahkan kuil-kuil para
dewa tak selamat. Orang-orang tumpah ke jalanan dengan pandangan kosong
tak berdaya. Mereka bertanya, "Apa yang sesungguhnya sedang terjadi?"
Tak
diketahui pasti apakah ada korban manusia kala itu. Namun, ratusan
domba ditemukan mati secara misterius. Tak ada yang tahu kenapa. Kota
dicekam horor dan ketidakpastian.
Di era modern, kita tahu,
gempa besar adalah hasil dari aktivitas tektonik. Italia berada di zona
subduksi antara lempeng Afrika dan Eurasia. Namun, bagaimana penduduk
Romawi kuno memahami bencana itu?
Seorang filsuf, Seneca
menuliskan kesaksian sekaligus telaahnya. "Udara yang terperangkap dalam
Bumi adalah penyebab gempa. Saat bergerak di dalam tanah, ia akan
menyebabkan tremor dan melepaskan uap beracun. Uap tersebut mungkin
membunuh domba-domba itu," demikian kesimpulannya seperti dikutip dari
situs University of Houston.
"Kematian ada di mana-mana," kata Seneca. Dan ia benar.
Pompeii memang dibangun kembali. Lebih megah, indah, lebih maju.
Warganya yang sudah lupa dengan bencana, sibuk dengan urusan
sehari-hari. Rumah-rumah bordil kembali beroperasi. Dunia malam pun
semarak.
Namun, semua itu hanya bertahan 17 tahun. "Vesuvius
(kemudian) mengangkat tangannya, berucap, 'Kita akan bertemu," demikian
lirik lagu The Earthquake 62 A.D yang dinyayikan band rock progresif asal Jerman, Triumvirat.
Pada akhirnya, cahaya Pompeii lenyap selamanya. Kota itu mati.
Para
ilmuwan berpendapat, gempa yang terjadi di tahun 62 Masehi adalah
pendahuluan untuk malapetaka yang jauh lebih buruk: letusan gunung
berapi.
Pada 24 Agustus 79, Gunung Vesuvius meletus dahsyat.
Awan panas, hujan batu, dan abu yang membara mengubur Pompeii, dan
tragisnya, mengabadikan saat-saat terakhir orang-orang yang ada di
dalamnya.
Baru 1.600 kemudian, secara tak sengaja, Pompeii ditemukan.
Penggalian
arkeologis menemukan jasad-jasad manusia yang diawetkan oleh abu,
dengan segala pose. Menguak jalanan beku, tempat pelacuran yang dipenuhi
fresko erotis, dan patung-patung dengan pose mesum -- menggambarkan
gaya hidup bebas para penghuninya. Yang membuat Pompeii dijuluki 'kota
maksiat'.
Ancaman Belum Usai
Tak
jauh dari lokasi Pompeii berada, di dekat Naples para ilmuwan
mengungkap keberadaan gunung berapi super, "supervolcano" tersembunyi,
yang bisa membunuh jutaan manusia dalam sebuah bencana dahsyat, yang
berkali lipat lebih buruk dari letusan Vesuvius.
Lumpur mendidih
dengan uap belerang di area yang dikenal sebagai Campi Flegrei atau
Phlegraean Field, yang berasal dari Bahasa Yunani yang berarti
"terbakar" -- adalah penandanya.
Campi Flegrei yang 'tidur'
selama lebih dari 500 tahun saat ini menjadi daya tarik wisatawan di
Naples. Namun, para ilmuwan jauh-jauh hari memperingatkan, zona
aktivitas seismik intensif, yang dikira sebagai "pintu neraka" oleh
orang di masa lalu, bisa menyebabkan bahaya besar bersifat global, yang
bisa merenggut jutaan nyawa.
Atau secara harafiah, jutaan orang kini tinggal di atas gunung berapi super yang berpotensi meletus di masa depan.
Campi
Flegrei sejatinya mirip dengan kaldera supervolcano Yellowstone di
Amerika Serikat, negara bagian Wyoming --yang bisa menghancurkan dua
pertiga AS jika meletus dengan kekuatan penuh.
Namun, Campi Flegrei lebih mengkhawatirkan karena area di Italia dihuni oleh 3 juta orang.
"Area
ini bisa menimbulkan letusan yang memiliki efek bencana global,
sebanding dengan dampak meteorit besar," kata Giuseppe De Natale, kepala
proyek pengeboran dalam bumi untuk memantau "kaldera" cair tersebut
seperti dikutip dari Reuters dan dimuat Smithsonian Magazine.
Selain pertanda malapetaka Pompeii, tanggal 5 Februari juga diwarnai kejadian menarik.
Pada
tahun 1971, Apollo 14 mendarat di Bulan. Dua astronotnya berjalan di
permukaan satelit bumi itu. Sementara, pada 5 Februari 1952, New York
mengadopsi lampu lalu lintas 3 warna -- merah, kuning, hijau.
Di hari yang sama pada tahun 1974, putri jutawan Patty Hearst diculik. Dia adalah korban penculikan yang bersimpati dan lantas memilih bergabung dengan komplotan penculiknya. (http://news.liputan6.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar