DASAR PEMIKIRAN
Masalah
prostitusi/ pelacuran atau tuna susila yang hidup, tumbuh dan
berkembang di masyarakat merupakan masalah yang sangat kompleks dan
rumit serta tidak dapat hilang dari permasalahan hidup manusia, karena
kenyataan adanya permintaan dan penawaran. Pelacur (Wanita Tuna Susila )
kadang diistilahkan sebagai Wanita Penjaja Seks dan akhir-akhir ini
lebih popular dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).
Meningkatnya
fenomena pelacuran sejalan dengan terjadinya krisis ekonomi yang
akhirnya menjadi krisis multi dimensi, sehingga meningkatkan pelacuran
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini mendorong pemerintah
untuk lebih serius lagi mengembangkan program penanganan masalah
pelacuran serta mencari terobosan baru, karena harus berpacu dengan
pesatnya peningkatan jumlah WTS, terutama yang berasal dari kelas bawah.
WTS usia muda perkembangannya tidak hanya di kota-kota besar, tetapi
telah meluas sampai ke kota kecil, daerah waisata. Daerah industri baru.
Kendala
utama yang dihadapi dalam penanganan WTS adalah pendidikan mereka yang
umumnya rendah, tidak memiliki keterampilan, keinginan mendapat uang
dengan cara mudah, maraknya eksploitasi wanita, rendahnya kontrol sosial
pada sebagian masyarakat, sehingga menambah kompleksnya tantangan yang
harus dihadapi oleh petugas di lapangan.
Masalah
pelacuran atau masalah tuna susila yang hidup dan berkembang di
masyarakat ini merupakan masalah nasional yang menghambat lajunya
pelaksanaan pembangunan karena:
- Tindakan
Tuna Susila merupakan hal yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial
budaya masyarakat, norma-norma serta kaidah agama dan kesusilaan serta
merendahkan harga diri atau martabat bangsa Indonesia.
- Mempengaruhi
sendi-sendi kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik dari aspek
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketertiban dan keamanan.
- Masalah tersebut cenderung terus meningkat serta sering kali terjadi penyimpangan di dalam kegiatan dan kehidupan masyarakat.
- Pengaruh
negatif yang diakibatkan masalah ketunasusilaan ini sangat membahayakan
kehidupan generasi muda serta sumber daya manusia sebagai harapan
bangsa.
Berdasarkan
hal itu, masalah tuna susila merupakan masalah yang kompleks dan
multidimensional, sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif,
terpadu dan berkesinambungan, atas dasar kerjasama berbagai disiplin
ilmu dan profesi, seperti pekerjaan sosial, dokter, psikolog, guru serta
profesi lainnya. Selain itu kerjasama antar instansi terkait baik
pemerintah maupun swasta di tingkat pusat maupun daerah, dengan
ditunjang oleh organisasi sosial masyarakat.
Dalam
perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial menunjukan bahwa
kesadaran dan tanggungjawab sosial sebagian masyarakat mulai timbul,
sehingga keinginan untuk berperan serta menangani masalah kesejahteraan
sosial termasuk penanganan WTS mulai tumbuh dan berkembang melalui
berbagai usaha kesejahteraan sosial.
Departemen
Sosial RI cq. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial,
sampai saat ini hanya memiliki satu Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu kegiatan selama 6
bulan. Ketidakseimbangan jumlah WTS yang meningkat dari tahun ke tahun
dengan keterbatasan kemampuan pemerintah untuk memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial melalui PSKW, mendorong pemerintah mencari
alternatif pemecahan dalam meningkatkan pelayanan
dan rehabilitasi sosial bagi tuna susila, yaitu dengan sistem non
panti. Ini dipandang sebagai penangan yang cukup efektif, efisien dan
bermanfaat dengan jangka waktu kegiatan 4 bulan, yang kemudian diberikan
bimbingan lanjut.
PSKW
“Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di
lingkungan Departemen Sosial RI yang memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Tuna Susila atau Wanita
Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik, mental,
sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan,
resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi
sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.
B. LANDASAN HUKUM
- Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 2, pasal 28 & pasal 34.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konfensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan.
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
- Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
- Undang-Undang RI. No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
- Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Penghapusan Trafiking Perempuan dan Anak.
- Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 106/HUK/2009 Tentang Organisasi dan tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial.
- Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 20/HUK/1999 tentang Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Sosial.
C. KEBIJAKAN
Kebijakan dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Wanita Tuna Susila adalah sebagai berikut :
- Meningkatkan dan memantapkan peranan masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat yang didasari oleh nilai – nilai swadaya, gotong royong dan kesetiakawanan sosial, sehingga upaya tersebut merupakan usaha – usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkesinambungan.
- Meningkatkan jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang lebih adil dan merata, agar setiap warga negara khususnya penyandang masalah kesejahteraan sosial berhak untuk memperoleh pelayanan yang sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas kehidupan.
- Meningkatkan mutu pelayanan dan rehabilitasi sosial yang semakin profesional, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
- Memantapkan manajemen pelayanan sosial yang dilakukan dengan penyempurnaan yang terus menerus dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi dan melaporkan serta mengkoordinasikan dan memadukan dengan sektor-sektor lain dan pemerintah daerah, sehingga pelayanan dan rehabilitasi sosial menjadi semakin berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada public.
D. VISI dan MISI
VISI
Pelayan dan Rehabilitasi Tuna Susila yang bermutu dan profesional
MISI
a. Melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan panduan yang telah ada.
b. Mewujudkan
keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan
indikator keberhasilan, pelayanan dan rehabilitasi tuna susila.
c. Mengembangkan
jaringan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, pemerintah dan
masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi tuna
susila.
E. SEJARAH BERDIRINYA
Tahun 1959 : Sebagai Pilot Proyek Pusat Pendidikan
Wanita, merupakan proyek percontohan
Depsos.
Tahun 1960 : Dibuka
Menteri Sosial RI Bapak H. Moelyadi Djoyomartono (Alm) dengan nama
“Mulya Jaya” berdasarkan motto tanggal 20 Desember 1960, yaitu “Wanita
Mulya Negara Jaya”.
Tahun 1963 : Diresmikan menjadi Panti Pendidikan
Wanita ( PPW ) “Mulya Jaya” tanggal 1 Juni 1963.
Tahun 1969 : Diresmikan menjadi Pusat Pendidikan
Pengajaran Kegunaan Wanita ( P3KW )
Tahun 1979 : Ditetapkan menjadi Panti Rehabilitasi
Wanita Tuna Susila ( PRWTS) “Mulya Jaya” dengan SK Menteri Sosial RI No. 41/HUK/Kep/XI/1979 tanggal 1 Nopember 1979.
Tahun 1994 : Ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” dengan Keputusan Menteri Sosial RI No. 14/HUK/1994 tanggal 23 April 1994.
Tahun 1995 : Ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” dengan Keputusan Menteri Sosial RI No. 22/HUK/1995 tanggal 24 April 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar