Sabtu, 24 Januari 2015

Kisah Yati, Mantan PSK Asal Karawang


MANUSIA tidak bisa menolak perjalanan hidup yang sudah disuratkan oleh Tuhan. Meski terkadang jalan yang dilalui itu penuh liku dan halangan yang terjal. Jalan yang berliku terkandang juga sering membuat orang tersesat, bahkan bisa membuat orang terjerumus ke lembah hitam. Meski kemudian datang penyesalan, sayangnya penyesalan itu selalu terlambat.
Tapi penyesalan yang terlambat itu tidak sepenuhnya berlaku bagi Ariyati alias Yati (28). Mantan wanita pekerja seks komersil (PSK) ini menyadari perjalanan hidupnya memang sesat, tapi justru ia ingin merubahnya.
Setelah berada di Panti Rehabilitasi Kedoya, Kembangan, Jakarta Barat, Yati berusaha keras mengubah jalan hidupnya. Lantas, bagaimana mantan PSK itu keluar dari dunianya? Sudah tentu butuh perjuangan dan pengorbanan.
Keluar dari lembah hitam merupakan impian Yati sejak menjadi penghuni Panti Rehabilitasi Bina Karya, Kedoya, Kembangan, Jakarta Barat. Impian tersebut tentu saja tidak mudah baginya. Terlebih dengan predikat PSK dan pecandu narkoba yang selama ini disandangnya.
Yati tidak putus asa. Ia tetap bertekad keluar dari dunia yang selama ini digelutinya. Nah, berkat peyek kacang kedele dan kacang tanah buatannya, Yati akhirnya berhasil keluar dari lembah hitam itu.
Memang, tidak gampang untuk menggapai impian tersebut. Apalagi Yati belum kelewat tua dengan potongan tubuh yang masih menggoda untuk seorang PSK. Tentu semua itu tidak gampang buatnya. Di samping berbagai tuntutan hidup menghadangnya termasuk membiayai hidup ketiga anaknya di kampung.
Yati memang menitipkan tiga anaknya kepada Ketua RT tempat dia tinggal. Tiga anak yang perolehnya dari dua suami, dua diantaranya adalah dari suami pertamanya, Sud, seorang pengusaha matrial di Karawang. Sementara yang terakhir hasil buah cintanya dari Papi lelaki berkebangsaan Australia yang memelihara Yati.
Bahkan dengan pria terakhirnya Yati sempat menikah, meski hanya dalam status bawah tangan.
Sungguh berat beban yang harus ditanggung Yati. Namun Yati tetap menjalaninya dengan penuh kesabaran. Mantan PSK yang dikenal karena kepiawaiannya berolah seks dengan para lelaki hidung belang ini, akhirnya menyambut tantangan itu.
Dan tentu juga berkat dukungan Kepala Panti Rehabilitasi Bina Karya Kedoya, Kembangan, Jakarta Barat, Dra. Sri Winarni, Yati bisa keluar dari kubangan lumpur pelacuran yang pernah menggelarinya Si Ratu Oral.
Menjadi Manusia Baru
KESADARAN Yati untuk keluar dari dunia pelacuran, tidak terlepas dari peran dan dukungan Kepala Panti Rehabilitasi Bina Karya Kedoya, Kembangan, Jakarta Barat, Dra Sri Winarni, yang membimbing dan mengarahkannya untuk mengenal kehidupan yang lebih baik, dan layak dunia akhirat.
Begitu besar peran yang diberikan Sri Winarni, tak kalah besarnya dengan keinginan Yati untuk kembali ke masyarakat. Meski godaan dunia terus menghalau Yati, terutama godaan seks bebas dan narkoba.
Bagi siapapun memang, tidak gampang untuk menghindar dari godaan duniawi, apalagi kalau sudah terjerembab ke dalam lumpur kemaksiatan. Namun hal itu benar benar diperjuangkan Yati, wanita asal Karawang yang kini berdagang peyek, untuk menghidupi diri dan anaknya.
Yati yang dulu sebelum sadar, bukan hanya pernah malang melintang di diskotek diskotek di kawasan Jakarta Barat, wanita ini juga pernah mengalami masa masa kelam sebagai PSK di Batam.
Kini Yati sadar, Sri Winarni sebagai pembimbingnya berniat baik pada dirinya.
Baginya saat ini, Panti Rehabilitasi Bina Karya Kedoya saat ini, bukan sebagai penjara bagi para PSK, tapi sebagai sarana untuk memperoleh penghidupan yang lebih baik.
Makanya, mantan PSK asal Kota Padi, Karawang ini memanfaatkan sebaik baiknya niat baik Kepala Pantinya itu. Hal itu tentu saja ditambah dengan keinginannya yang begitu kuat untuk mengubah jalan hidup.
Perjuangan Yati tidak terbendung, kebetulan saat itu sudah ada program khusus dari panti. Program tersebut berisi upaya upaya untuk mengembalikan para PSK kembali ke masyarakat. Inipun bukan sesuatu hal yang mudah. Sebab untuk itu tidak cukup hanya bekal keterampilan yang dimiliki, namun juga membutuhkan mental.
Setelah yakin bekal keterampilan yang cukup dan mental yang kuat, anak anak asuh Panti ini lambat laun bisa mensosialisasikan dirinya ke dalam masyarakat.
Tak pelak lagi, melalui program Bina Karya itulah Yati kemudian direkomendasikan untuk bersosialisasi.
Sebetulnya bukan hanya Yati yang berhasil dengan program itu, tetapi juga teman temannya. Sebab program tersebut memang buat semua penghuni panti. Kalau dulu Yati mahir dalam olah seks dan oral kini Yati harus belajar keterampilan menjahit, selain belajar merias (salon), juga berbagai kerajinan kembang plastik.
Wanita pemilik bibir sensual juga sorot mata yang menggoda ini mengikuti semua progam kursus yang ditawarkan panti. Dan ternyata upaya itu tidak sia sia. Yati berhasil melaluinya dengan penuh kesabaran dan juga kemauan keras.
Yati yang dulu dikenal sebagai pelacur bertarif menengah, sebelum jadi istri simpanan lelaki bule, tidak segan segan memasang tarif sekena hatinya, kini benar benar Yati yang lain. Ia telah menjadi wanita mandiri dan bertanggungjawab pada kehidupannya.
Akhirnya Jualan Peyek Kacang
SAAT masih jadi PSK sangat digemari para pelanggannya. Yang penting bagi Yati saat itu, apapun dilakukannya asal segala kebutuhannya terpenuhi. Tapi kini wanita asal Karawang ini memiliki prinsip hidup yang benar benar lain. Ia tidak lagi hanya berpikir untuk kesenangan dirinya, tapi untuk keluarga dan masa depan ketiga anaknya. Pertimbangan inilah yang kemudian menjadi alasan perempuan itu menemui Kepala Panti Sri Winarni, agar membimbingnya menjadi manusia yang berarti.
Saat berhadapan dengan Sri Winarni, pemilik kulit mulus ini sama sekali tidak berdaya. Padahal sebelumnya, Yati dikenal paling jago membuat para lelaki bertekuk lutut. Dengan berbagai alasan yang dikemukakan, akhirnya ia mendapat tempat di hati Sri.
Terlebih setelah Yati menuturkan riwayat hidupnya. Ibunya yang hanya seorang ibu rumah tangga biasa, yang hanya bisa mengasuh anak anaknya. Sementara bapaknya tukang becak yang sering sakit sakit. Kini, setelah keduanya tiada, dan Yati juga menikahi dua lelaki yang memberinya tiga anak.
Alhasil, Kepala Panti menyarankannya agar mengembangkan potensi dalam dirinya. Kala itu Yati masih kebingungan. Dan ia membutuhkan waktu yang lama untuk berpikir. Sebelum akhirnya memutuskan untuk memulai bisnis peyek kacang kedele dan peyek kacang tanahnya.
Yati menyadari potensinya sebagai perempuan kampung. Dulu di kampungnya di Desa Johar Baru, Karawang, semua perempuan harus pandai memasak, termasuk membuat peyek. Kini siapa menyangka kepintaran membuat peyek itu justru menjadi jalan keluar baginya.
Yati tersenyum kala itu. Dia menaruh harapan terhadap bisnis peyek kedele dan peyek kacang tanah. Hanya saja, mantan PSK yang biasa menerima pujian, dengan keindahan buah dadanya ini, lagi lagi dibenturkan pada urusan modal. Ia tidak memiliki modal untuk memulai usahanya.
Untungnya, Sri Winarni cukup bijaksana. Melalui sebuah pertimbangan, tetap dengan harapan bisa kembali ke masyarakat, Yati peroleh bantuan. Dengan uang sebesar Rp 100 ribu dari Kapala Panti Yati mengelola bisnis barunya. Saat itu Yati merasa yakin, peyek kacang kedele dan kacang tanah jualannya akan mendapat tempat di masyakat. Sekaligus Yati berpikir bisa menjadi ajang uji cobanya sebelum benar benar kembali ke masyarakat.
Dari Warung ke Warung
DENGAN hanya bermodal uang sebesar Rp 100 ribu pemberian Sri Winarni, Yati memulai jalan hidupnya yang baru. Uang tersebut segera dibelanjakan bahan yang dibutuhkan untuk membuat makanan peyek. Awalnya hanya usaha kecil kecilan. Dan modal yang dimilikinya saat itu masih kecil dan belum bisa berdagang peyek dalam jumlah besar.
Dari puluhan warung termasuk warung makan dan kopi, hanya sedikit yang mau menerima dagangan peyeknya. Meski Yati sudah melakukan berbagai upaya, termasuk mengemasnya semenarik mungkin dengan plastik.
Namun Yati tetaplah Yati yang pernah menjelajahi kehidupan malam sebagai pelacur Batam. Dan wanita itu kini memiliki motivasi kuat untuk keluar dari dunia tersebut.
Haruskah menyerah begitu saja? Tentu saja tidak. Yati tidak pernah menyerah. Penolakan demi penolakan yang diterimanya dianggap sebagai ujian sebelum kembali ke masyarakat.
Yati justru kian meningkatkan dagangannya. Apalagi pada waktu itu Sri Winarni tidak pernah berhenti memberinya semangat. Kepala Panti Rehabilitasi itu berhasil membesarkan hati Yati. Berkat itu juga Yati kemudian melakukan trik trik baru. Wanita yang dulu lihai menundukan hati para lelaki, kini harus bisa menundukkan puluhan warung yang ada di sekitar Panti Rehabilitasi.
“Awalnya memang sulit, Mas. Meski tidak terang terang diucapkan, tapi sorot sorot matanya saya sudah bisa menilai. Mereka mencemoohkan saya,” aku Yati.
Namun Yati tidak menyerah, ia malaj semakin bersemangat. “Pendekatan demi pendekatan saya lakukan. Saya minta mereka mengasihani saya. Dan saya juga meminta mereka memaklumi saya. Dan terakhir saya meminta mereka agar membantu saya, karena saya mau bertobat” lanjut Yati.
Ternyata upaya yang dilakukannya membuahkan hasil. Para pemilik warung yang ditemui akhirnya mau memahami. Sejak itu Yati kian mengembangkan sayap dagangannya. Usaha peyeknya semakin berkembang. Dan kini dengan modal mencapai ratusan ribu ia berhasil menguasai pasar peyek di kawasan panti rehabilitasinya.
“Apa yang saya dapat sekarang semua berkat sikap bijak Ibu Sri,” aku Yati.
Dengan ratusan peyek kacang kedele buatannya, kini dalam seharinya Yati bisa memperoleh keuntungan antara Rp 250 ribu Rp 300 ribu. Dan kini dengan keuntungan yang dimilikinya ia mampu menggaji dua orang rekannya, yang juga mantan PSK.
Hanya saja sambil menunggu masa pembebasannya, Yati masih memanfaatkan dapur umum panti. “Tidak lama lagi Mas. Insya Allah sebelum Agustus saya sudah bebas,” ujarnya.
Ia menerawang lalu senyum senyum. Dan ia tersenyum kepada POSMETRO ketika menyodorkan segelas air putih dan sekeranjang peyek kacang kedele dan kacang tanah. Semua berhasil…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar