Namun, paparan diatas seakan menjadi omong
kosong belaka, ketika kesucian falsafah tadi dengan praktek lapangan
jauh melenceng. Sungguh menyedihkan dan sangat memalukan. Apa yang
dibangga-banggakan dari falsafah yang murni itu telah dicoreng dengan
telak oleh praktek prostitusi yang merajalela. Sebagaimana berita-berita
berikut ini:
Kenyataan lapangannya, sungguh sangat mengerikan
dan menggenaskan. Berjalanlah kita ke Bukit Lampu, banyak sekali Kafe
remang-remang pada malam hari yang menawarkan hiburan karaoke sebagai
kedoknya, padahal terjadilah transaksi kelamin di sana. Di dalam kota
Padang sendiri, kita bisa dengan mudah mengakses bisnis gelap ini,
cobalah sekali-kali sekedar duduk di tepi jalan pada malam kawasan Taman
Budaya, tanpa perlu melakukan banyak gerakan, mobil-mobil bermerk
Avanza atau Xenia akan menghampiri, menawarkan perempuan-perempuan untuk
“dipakai”. Lalu bermainlah kita ke daerah Pondok, Padang, di sana ada
café-cefe yang juga menjadi tempat memilih para pelacur tersebut.
Daerah Bukittinggi yang juga merupakan salah
satu icon Sumatera Barat, sebagai kota Wisata pun tak luput dari praktek
haram tersebut. Prakteknya diselubungi dengan tempat pijat, Spa atau
cafe. Ada juga hotel-hotel yang menjadi penampung praktek tersebut.
Belum lagi kita tinjau di daerah perbatasan seperti daerah Pangkalan
Koto Baru. Praktek tersebut menjamur.
Seperti penelusuran yang dilakukan, beberapa
praktek tersebut malah dibekingi oleh para aparat berseragam, apakah itu
coklat ataupun loreng. Ada back up yang membuat bisnis ini makin
merajalela. Terakhir kasus pemukulan wartawan di daerah bukit lampu,
terkait peliputan praktek prostitusi tersebut.
Lalu siapa yang bertanggung jawab? Ulama,
Niniak Mamak, Pemangku Kekuasaan dan kita semua. Namun disini, kita
menyorot kinerja Gubernur Sumatera Barat, sampai sejauh mana
langkah-langkah antisipatif dan preventif dilakukan? Sejauh mana
ketegasannya selama berkuasa dalam memberantas hal tersebut? Ini jadi
pertanyaan besar. Jangan lagi bersembunyi dibalik otonomi daerah untuk
bertindak tegas. Ini ranah minang sedang darurat moral.
Pun, Walikota Padang yang baru, ditantang
dengan hal serupa, mampukah melenyapkan prostitusi di Padang. Jangan
sampai kalah dengan walikota sebelumnya, meskipun tak dilenyapkan
semuanya. Minimal, jalan-jalan di daerah taman budaya sudah terang, ada
Satpol PP yang berjaga-jaga di sana, siapa yang kedapatan sedang
“manggaleh” langsung saja “dicokok”, begitu pula di Bukit Lampu, dirikan
saja Posko Pol PP di sana, biar bisa razia setiap hari.
Para ulama dan juga orang tua, harus
betul-betul menginternalisasikan nilai-nilai agama kepada generasi
mendatang. Seperti etos kerja dan disipilin. Semuanya punya tanggung
jawab yang sama. (http://sosbud.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar